Anakku meninggal dipangkuanku
Usai sholat isya, aku melihat anis asyik berkaca sambil tersenyum – senyum sendiri. Rupanya dia asyik mencoba mukena barunya. Mungkin dia membelinya. Mukena semakin cantik ketika dipakai olehnya. Aku pun ikut tersenyum melihat tingkahnya di depan kaca itu.
Ya Allah!… Izinkanlah aku melihat ia tersenyum seperti itu lebih lama lagi… Selamanya…
Hingga akhirnya dia pun sadar karena telah aku lihat dari balik pintu kamarnya.
“Eh… Ada Ibu… Hehehe… Sini deh, Bu”, seraya menggandengku masuk. “Lihat, Bu. Aku cocok ga pakai mukena ?”
“Sayaaaang… setiap perempuan pasti cocok kalau memakainya."
“Aku beli ini dari hasil menabung, Bu. Aku sebenernya udah lama pengen beli dan pakai. Baru sekarang kesampaian. Aku juga belikan untuk Ibu. Coba dipake, Bu”
Akupun langsung memakainya dan duduk di samping anis sambil tersenyum dan menatap kaca ke arahnya.
“Waaaah… Ibu tambah cantiiiiik deh… Hehehe… Besok kalau ke toko, Ibu pakai ini aja. Mukena Ibu kan sudah banyak yang bolong. Nanti kalau aku sudah lulus kuliah dan kerja, aku belikan yang banyaaaaaak buat Ibu. Supaya nggak yang itu – itu aja. Ya, Bu ?”
Melihat semangatnya memuncak, akupun menangis lagi.
“Ibu… Ibu ingat ayah lagi ya ? Sudah ya, Bu… Mendingan Ibu istirahat aja. Udah malam”
“Iya, Nak… Oh iya, Ibu boleh tidur sama Kamu malam ini ?”
“Boleh banget Ibuuu… Masa pake minta izin segala ? Yuk kita tidur”
“Lho, mukenanya ga dilepas dulu, Nak ?”
“Hehehe… Nggak ah, Bu. Abisnya nyaman. Hehehe… Lagian umur seseorang kan nggak ada yang tau kecuali Allah. Aku takut nggak sempat menikmati nyamannya memakainya"
Kenapa Kamu berbicara seperti itu, Nak…
Mendengar ia berbicara seperti itu, aku tersentak dan langsung memeluknya erat – erat. Maksudnya memang bukan karena penyakitnya karena ia tidak tahu sama sekali. Tapi hatiku sungguh teriris mendengarnya dan segera kubuang jauh – jauh pikiran itu.
“Hush ! Kamu ngomongnya… Ya sudah kalau gitu. Yuk tidur”
Kami pun tidur dengan anis berada di pelukanku. Aku pun memejamkan mata. Belum sepuluh menit, Anis membangunkanku.
“Bu, Ibu udah tidur ya ?”
“Belum sayang. Kenapa ?”, sambil membelai kepalanya.
“Hmm… Aku nggak bisa tidur, Bu. Mau nggak Ibu mengaji kesukaan aku waktu kecil ? Hehehe”, ujarnya manja seperti anak kecil.
“Ooh… Iya sayaaang…”
Aku pun mulai melantunkan ayat suci al-Quran. Usai melantunkan ayat suci, aku melirik jam dinding sudah malam. Kulihat putriku sudah tertidur sambil tersenyum. Aku pun segera tidur.
Adzan Subuh berkumandang, memanggil seluruh umat Muslim segera menghadap Allah SWT menunaikan Shalat Subuh. Aku pun lantas membangunkan anis. Perasaan khawatir dan takut langsung menyelimuti pikiranku. Belasan kali aku bangunkan putriku, tapi ia tak bangun juga. Tubuhnya kaku dan membiru. Aku tersentak langsung berteriak dan menangis memeluk anakku sekencang – kencangnya.
Di Rumah sakit, dokter itu mengatakan padaku,
“Maaf, Bu. Anak Ibu sudah meninggal beberapa waktu yang lalu”
Ternyata anakku meninggal di dekapanku saat aku melantunkan ayat suci al-Quran kesukaannya dan dia meninggalkan senyuman terakhirnya untukku…
Selamat jalan anakku, BuNda selalu menyayangimu… Buah hatiku… Semoga Allah menempatkanmu disurga yang terindah disisiNya…Aamiin ya robbal Alamin