Jatuh Cinta Pada Rumah Amalia
By: Nalurita Ranie
Rumah Amalia adalah rumah dimana saya dipertemukan dengan satu dari banyak permintaan yang saya ajukan diam-diam kepada Tuhan hampir di setiap pagi. Permintaan yang saya tujukan kepada Tuhan dalam kesakitan terindah saya selama beberapa tahun yang akhirnya mengantarkan saya pada kesimpulan bahwa rasanya ditolong itu melegakan, rasanya diberi itu membahagiakan, dan rasanya dibantu itu menyenangkan. Berangkat dari rasa menyenangkan sebagai pihak yang terbantu itulah akhirnya saya melangkahkan hati ke Rumah Amalia.
Rumah Amalia – adalah satu dari banyak tempat yang Tuhan ijinkan saya datangi, untuk saya belajar, kemudian berkembang. Sebelumnya sempat terpikir oleh saya kok ada ya orang yang bersedia tidak dibayar (dengan uang) atas apa yang dilakukannya untuk orang lain, atau dengan kata lain sukarelawan. Kenapa ada orang yang bersedia merelakan waktu, pikiran, bahkan tenaga melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan diluar kebutuhannya sendiri. Sampai akhirnya saya singgah di Rumah Amalia, lalu mengetahui bahwa yang kita lakukan di sana bukan tidak dibayar, tapi tidak terbayar. Penerimaan, tawa, keriuhan, kesenangan, tatapan, dan genggaman tangan anak-anak Amalia adalah bayaran mahal yang saya dapatkan dari tiap kedatangan. Selain itu, saya juga menerima bayaran mahal lain yang wujudnya tidak terlihat, namun nyata bernama kelegaan. Ya, kembali pikiran saya berkembang di tempat ini, karenanya tidak salah kalau saya menyebut Rumah Amalia sebagai rumah berkembang. Karena selanjutnya saya sampai pada kesimpulan lain setelah beberapa kali singgah di rumah ini, bahwa tidak hanya dibagi, tapi membagi pun mendatangkan kelegaan. Saya menyebutnya kelegaan karena tidak tahu kosa kata lain yang tepat dapat menggambarkannya. Saya menyebutnya kelegaan untuk merangkum rasa plong luar biasa dalam hati yang saya rasa seperti terlepas dari berton-ton beban, juga untuk mengungkapkan senyum-senyum sendiri akibat rasa plong itu sepanjang perjalanan pulang dari Rumah Amalia. Itulah bayaran termahal yang saya terima sebagai pengajar. Menariknya, sepulang dari Rumah Amalia tidak hanya buah tangan yang saya bawa tetapi juga buah pikir.
Rumah Amalia – adalah satu dari banyak sekali pertemuan yang Tuhan atur untuk memenuhi kebutuhan saya, yaitu kebutuhan (hidup) saya untuk menjadi hidup. Di sini saya bertemu dengan mas Agus dan mba Rika, sebagai dua orang yang bekerja bagi kemanfaatan sesama. Saya mulai mengenal keduanya sekitar 5 tahun yang lalu, disaat belum banyak masyarakat dan media yang mengenal Rumah Amalia. Awal mengajar di Rumah Amalia, mas Agus seringkali menjemput dan mba Rika yang mengantar saya pulang. Mendengar kisah perjalanan Rumah Amalia yang bermula dari rumah petak, lalu kontrak, sampai milik, satu hal besar yang saya dapatkan dari keduanya adalah bahwa kekurangan tidak membatasi seseorang untuk berbagi, karena berbagi tidak hanya sebatas materi, tapi kita juga bisa berbagi perhatian, kasih sayang, ataupun berbagi keceriaan. Dari Rumah Amalia kecil sampai sebesar sekarang, masih ditopang oleh semangat besar mas Agus dan mba Rika dalam berbagi. Sekarang Rumah Amalia sudah lebih besar, berjalan dengan mimpi yang makin besar, juga tantangan yang tak kalah besar, namun tetap bersama Tuhan Yang Maha Besar.
Pada tahun awal kedatangan, saya biasa mengajar matematika. Apapun yang diberikan, anak-anak selalu bersemangat mempelajarinya, dan bagi pengajar manapun semangat itu merupakan adiksi tersendiri dalam mengajar, dan menjadi magnet untuk selalu datang lagi dan lagi ke Rumah Amalia. Dua hal yang masih sama di tiap kedatangan saya dari dulu sampai sekarang adalah sambutan anak-anak ketika saya datang dan lambaian tangan mereka ketika saya pulang. Dan yang paling saya sukai bersama anak-anak ini adalah rengekannya; rengekannya untuk bermain :)
Pada perjalanan selanjutnya, saya sampai pada kesimpulan lain, yaitu bahwa dengan menolong, membantu, ataupun memberi (kepada orang lain) itu tidak hanya menimbulkan efek membahagiakan bagi orang yang ditolong, dibantu, ataupun diberi, tetapi juga dapat menimbulkan efek jauh lebih membahagiakan bagi yang menolong, membantu, ataupun memberi. Dan sekarang saya berjalan dengan dua pandangan dalam berbagi; membahagiakan orang lain, juga membahagiakan diri saya sendiri.
Mau (hati) berbahagia? Mari berbagi (hati) :)
Salam Cinta dari Rumah Cinta,
-Ranie-
http://nalurita-ranie.blogspot.com/2013/05/rumah-amalia.html Rumah Amalia | A Very Usual Site Of Sightnalurita-ranie.blogspot.com